Dalam memperkuat industri nasional, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan mengutamakan Produk Dalam Negeri (PDN) proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Salah satu komponen dari kebijakan adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang menjadi indikator seberapa besar kandungan lokal dalam sebuah produk atau jasa. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada efektivitas sistem pengawasan TKDN.
Di mana pada pembahasaan artikel kali ini akan membahas secara mendalam bagaimana pengawasan TKDN diterapkan. Tentang siapa saja pihak yang terlibat, bagaimana alur evaluasi dilakukan, serta sanksi yang diberlakukan bagi pihak yang tidak mematuhi ketentuan.
Pentingnya Pengawasan TKDN dalam Pengadaan Barang dan Jasa: Mekanisme, Evaluasi, dan Sanksi

Dasar Hukum dan Kewajiban Produsen Pengawasan TKDN
Pengawasan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa didasarkan pada peraturan yang mengikat, di antaranya PP 29 Tahun 2018 Pasal 61 ayat (7), dan Pasal 76 ayat (3) huruf b. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa produsen barang dan/atau penyedia jasa yang ikut serta dalam pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menjamin bahwa produk yang mereka serahkan benar-benar merupakan Produk Dalam Negeri yang diproduksi di dalam negeri. Ini bukan sekadar administratif, tetapi merupakan kewajiban hukum yang mengikat.
Jika dalam proses pemeriksaan ditemukan ketidaksesuaian antara sertifikasi TKDN dengan realitas produksi di lapangan, maka pemilik sertifikat dapat dikenai sanksi tegas. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas data TKDN serta konsistensi implementasinya.
Alur Pengawasan TKDN
Pengawasan terhadap produk ber-TKDN dilakukan secara sistematis oleh Pusat P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) Kementerian Perindustrian. Mekanisme pengawasan dapat dilakukan berdasarkan dua pemicu, yaitu aduan dari masyarakat atau atas inisiatif internal Pusat P3DN itu sendiri. Dalam kedua kondisi tersebut, Kepala Pusat P3DN akan membentuk tim evaluasi yang bertugas untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pemilik sertifikat TKDN.
Tim evaluasi terdiri atas beberapa unsur, yaitu perwakilan dari Pusat P3DN, pembina sektor industri terkait, inspektorat, dan pemilik proyek. Tim ini bertugas meninjau ulang keabsahan sertifikat, kesesuaian data produksi dengan dokumen yang telah diverifikasi sebelumnya. Serta tingkat keterlibatan industri lokal dalam proses produksi.
Hasil dari evaluasi ini akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan kepada Kepala Pusat P3DN dan kemudian diteruskan kepada Menteri Perindustrian. Jika terdapat pelanggaran, maka pemilik sertifikat dapat dikenai sanksi administratif maupun sanksi lebih berat sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Surveillance Berkala dan Sewaktu-waktu
Salah satu elemen kunci dalam sistem pengawasan TKDN adalah pelaksanaan kegiatan surveillance, yaitu pengawasan lanjutan terhadap perusahaan yang telah memperoleh sertifikat. Surveillance dilaksanakan oleh Lembaga Verifikasi Independen (LVI) yang secara resmi ditetapkan oleh pemerintah. Surveillance dilaksanakan minimal sekali dalam setahun selama sertifikat tetap aktif atau berlaku.
Dan dapat juga dilakukan sewaktu-waktu jika ada indikasi pelanggaran atau perintah langsung dari Menteri. Tujuan dari surveillance ini adalah memastikan bahwa sertifikat TKDN tidak hanya digunakan untuk keperluan administratif. Tetapi benar-benar mencerminkan kondisi riil perusahaan dalam memproduksi barang/jasa secara lokal.
Terdapat dua fokus utama dalam surveillance ini:
- Evaluasi kinerja LVI itu sendiri: dilakukan secara berkala maupun insidentil untuk memastikan bahwa LVI bekerja secara profesional, obyektif, dan sesuai prosedur.
- Evaluasi penggunaan TKDN dalam pengadaan: dilakukan untuk memastikan bahwa barang atau jasa yang digunakan benar-benar sesuai dengan klaim TKDN yang telah diverifikasi dan disertifikasi.
Tanggung Jawab Lembaga dan Prosedur Evaluasi
Dalam pelaksanaan pengawasan TKDN, terdapat peran penting yang dijalankan oleh Kepala Pusat P3DN sebagai otoritas utama yang menetapkan tim evaluasi. Tim ini bertugas mengaudit pemilik sertifikat berdasarkan temuan lapangan atau berdasarkan laporan yang diterima. Alur kerja evaluasi dimulai dari pembentukan tim, pelaksanaan audit, dan pemberian rekomendasi.
Setelah audit dilakukan, hasilnya disampaikan kepada Kepala Pusat P3DN dan diteruskan kepada Menteri Perindustrian untuk ditindaklanjuti. Jika ditemukan pelanggaran, pemilik sertifikat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sanksi yang Diberikan Bila TKDN Tidak Sesuai
Ketidaksesuaian antara fakta produksi dengan dokumen sertifikasi dapat menyebabkan perusahaan dikenai sanksi. Bentuk sanksi ini dapat berupa:
- Peringatan tertulis;
- Pencabutan sertifikat TKDN;
- Pencantuman dalam daftar hitam sehingga tidak dapat mengajukan sertifikasi kembali selama kurun waktu tertentu;
- Sanksi pidana sesuai ketentuan dalam KUHP atau UU Perindustrian yang berlaku.
Sanksi ini diberikan sebagai langkah penegakan hukum yang bertujuan menjaga kepercayaan publik terhadap kebijakan penggunaan Produk Dalam Negeri. Selain itu, sanksi ini juga menjadi alat pengendali agar perusahaan tidak menyalahgunakan sertifikat TKDN sebagai formalitas administratif semata.
Tanggung Jawab dan Integritas LVI
LVI sebagai lembaga verifikasi memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga objektivitas dan akurasi data dalam proses penerbitan dan pembaruan sertifikat TKDN. Jika terbukti bahwa LVI menyampaikan laporan yang tidak sesuai atau tidak melakukan verifikasi sesuai prosedur. Maka mereka juga dapat dikenai sanksi. Bentuk sanksi terhadap LVI antara lain:
- Peringatan;
- Denda administratif;
- Pencabutan penunjukan sebagai LVI;
- Tidak dapat ditugaskan kembali selama kurun waktu tertentu.
Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya menuntut akurasi dari perusahaan, tetapi juga dari lembaga pendukungnya.
Manfaat Strategis Pengawasan TKDN
Selain aspek kepatuhan dan penegakan hukum, pengawasan TKDN memiliki manfaat strategis jangka panjang bagi pembangunan industri nasional. Beberapa manfaat tersebut antara lain:
- Mendorong kemandirian ekonomi nasional: Dengan memastikan bahwa produk yang digunakan pemerintah benar-benar diproduksi dalam negeri. Maka permintaan terhadap bahan baku lokal, tenaga kerja domestik, dan teknologi nasional akan meningkat.
- Meningkatkan kualitas dan daya saing produk lokal: Pengawasan yang ketat mendorong pelaku industri untuk terus meningkatkan efisiensi, kualitas, dan inovasi. Sehingga memiliki daya saing tidak hanya di pasar dalam negeri, tetapi juga di pasar internasional..
- Menjadi instrumen kebijakan fiskal yang bijak: Anggaran negara yang digunakan untuk pengadaan barang dan jasa menjadi lebih produktif. Karena turut membangun fondasi ekonomi dalam negeri, bukan terserap untuk produk impor.
- Membentuk ekosistem industri yang transparan: Dengan adanya audit dan evaluasi berkala, maka pelaku industri terdorong untuk membangun tata kelola yang profesional dan bertanggung jawab.
Pengawasan TKDN merupakan fondasi penting dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara industri yang tangguh dan mandiri. Implementasi kebijakan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga membutuhkan kolaborasi pelaku usaha, lembaga verifikasi, dan masyarakat luas.
Melalui pengawasan yang ketat, digitalisasi sistem, keterlibatan publik, dan pemberian sanksi yang tegas bagi pelanggar. Maka tujuan besar dari kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dapat tercapai secara menyeluruh. Ini bukan hanya soal angka pada dokumen sertifikat, tetapi tentang komitmen bersama membangun Indonesia dari sektor produksi nasionalnya.
Pengawasan TKDN yang optimal bukan sekadar tujuan akhir, melainkan sarana untuk mewujudkan industri nasional yang lebih tangguh, inovatif, dan mandiri.
*berdasarkan sosialisasi pada hari selasa tanggal 17 bulan juni tahun 2024
MORE DETAIL INFO PLEASEĀ CALL US :
CALL / WA : +62811-1280-843
Email : info@konsultanindustri.com