Menghindari TKDN Washing: Produk Apa Saja yang Tidak Bisa Di sertifikasi?
Menghindari TKDN Washing: Produk Apa Saja yang Tidak Bisa Di sertifikasi?

Dalam upaya memperkuat industri nasional, pemerintah Indonesia secara konsisten mendorong penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sertifikasi TKDN menjadi bukti formal atas kandungan lokal dari suatu barang atau jasa, dan berperan penting dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Praktik yang terkenal sebagai “TKDN washing” ini untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah menetapkan pembatasan terhadap jenis produk yang tidak dapat di sertifikasi TKDN.

Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh apa itu menghindari TKDN washing, bagaimana mekanisme pengendaliannya, dan jenis produk apa saja yang di kecualikan dari sertifikasi TKDN untuk menjaga keadilan, integritas, dan keakuratan data industri nasional.

Apa itu TKDN?, Lalu Bagaimana Mengindari TKDN washing Tersebut?

Ketahuilah bahwa nilai persentase dari komponen dalam negeri yang di pakai di proses produksi suatu barang/jasa merupakan pengertian TKDN ya. Komponen tersebut meliputi bahan baku, tenaga kerja, biaya tidak langsung pabrik, dan bisa diperkuat dengan aspek Brainware dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).

TKDN sangat penting karena:

* Mendorong penggunaan produk lokal

* Mengurangi ketergantungan impor

* Meningkatkan investasi dalam negeri

* Menumbuhkan lapangan kerja nasional

* Menjadi salah satu syarat utama dalam pengadaan barang/jasa pemerintah

Sertifikat TKDN yang sah di terbitkan oleh Kementerian Perindustrian melalui sistem SIINas dan menjadi alat ukur resmi dalam sistem pengadaan nasional.

Fenomena TKDN Washing

Jadi TKDN washing terjadi saat suatu produk ataupun pelaku usaha memanipulasi atau sederhanakan proses produksi supaya dapat klaim produk itu sebagai buatan dalam negeri & memperoleh sertifikat TKDN.

Contohnya:

* Produk yang hanya diberi label lokal tanpa perubahan nyata dalam proses produksi

* Perakitannya secara minimal dengan alat sederhana tapi terklaim jadi proses manufakturnya

Praktik semacam ini jelas merusak tujuan kebijakan P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri), serta merugikan pelaku industri yang benar-benar berinvestasi dan berproduksi di Indonesia.

Langkah Pemerintah Mengantisipasi TKDN Washing

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menetapkan pembatasan agar hanya produk yang benar-benar memenuhi prinsip manufaktur dan nilai tambah yang layak mendapatkan sertifikat TKDN. Langkah ini bertujuan agar:

* Keakuratan data nilai kandungan dalam negeri tetap terjaga

* Efisiensi anggaran negara dalam pengadaan lebih terjamin

* Keadilan antar pelaku usaha tetap terjaga

* Meningkatkan kredibilitas sistem sertifikasi TKDN

Melalui regulasi dan evaluasi teknis, pemerintah menyaring jenis produk yang secara substansi tidak memenuhi kriteriasebagai produk dalam negeri, sehingga tidak layak disertifikasi TKDN.

Produk-Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi TKDN

Berdasarkan ketentuan terbaru, berikut adalah kategori produk yang tidak bisa dilakukan penghitungan dan sertifikasi TKDN, sebagai upaya mencegah TKDN washing:

1. Produk Hasil Pengepakan dan/atau Pengemasan Saja

Produk yang hanya melalui proses pengepakan ulang (repacking) tanpa ada proses manufaktur atau transformasi fisik tidak bisa disertifikasi. Contohnya:

* Produk pangan yang di impor dalam jumlah besar kemudian di kemas ulang dalam kemasan kecil di Indonesia.

* Barangnya elektronik impor yang cuma terkemas ulang pakai label lokal.

Alasan penolakan: Tidak ada nilai tambah manufaktur atau pemrosesan lokal yang signifikan.

2. Produk Hasil Perakitan Sederhana

Produknya tersusun dari kurang dari 5 komponen pakai alat manual ataupun sederhana tak penuhi standar TKDN. Peralatan sederhana di definisikan sebagai:

“Peralatan yang dapat di operasikan langsung dengan tangan dan tidak membutuhkan bantuan motor, listrik, dan/atau BBM.”

Contoh praktik yang dilarang:

* Merakit kipas angin hanya dengan memasang baling-baling pada motor impor menggunakan obeng tangan

* Menyusun mainan plastik dari bagian-bagian pabrikan luar negeri tanpa proses industri

Alasan penolakan: Tidak mencerminkan kegiatan industri, hanya aktivitas “assembling” yang tidak substansial.

3. Proses Finishing Sederhana (Pengecatan, Pewarnaan, Pemotongan, Pengirisan, atau Pengenceran)

Produk yang hanya mengalami proses permukaan atau visual tanpa mengubah struktur fisik atau fungsi utama produk tidak dianggap sebagai hasil industri lokal.

Misalnya:

* Mengecat ulang kendaraan bekas impor

* Memotong lembaran logam impor tanpa mengubah bentuk fungsionalnya

* Melarutkan cairan kimia impor tanpa penambahan bahan aktif baru

Alasan penolakan: Tidak ada transformasi signifikan dari sisi material atau fungsi teknis.

4. Produk yang Hanya Di uraikan (Disassembly)

Penguraian barang menjadi komponen (misalnya, membongkar produk elektronik dari luar negeri lalu menjual komponennya sebagai “lokal”) tidak dianggap sebagai proses produksi. Hal ini justru bertentangan dengan prinsip membangun nilai tambah, karena proses tersebut sebenarnya mengurangi kompleksitas, bukan menambahnya.

Misalnya:

* Memecah laptop impor menjadi motherboard, RAM, dan casing lalu diklaim sebagai hasil produksi lokal

Alasan penolakan: Tidak terjadi proses produksi, justru sebaliknya — dekomposisi.

5. Produk dari Alam yang Tidak Melalui Proses Manufaktur

Produk hasil pertanian, peternakan, perkebunan, tambang, atau hasil laut yang langsung di ambil dari alam tanpa pengolahan teknis atau industri lanjutan, tidak bisa di sertifikasi TKDN.

Misalnya:

* Buah segar hasil kebun lokal

* Batu bara mentah tanpa pencucian atau pencampuran

* Susu sapi yang langsung di kemas tanpa pasteurisasi atau fermentasi

Alasan penolakan: Belum mengalami transformasi menjadi produk industri.

Syarat Minimal agar Produk Bisa Disertifikasi TKDN

Agar produk dapat di sertifikasi, setidaknya harus memenuhi tiga prinsip utama sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 thn 2018 Pasal 1 pada angka 21:

  1. Di produksi oleh perusahaan yang berinvestasi di Indonesia
  2. Di kerjakan oleh tenaga kerja dalam negeri
  3. Pakailah bahan baku/komponen dalam negeri tersebut

Sertifikasi TKDN: Proses yang Transparan dan Ketat

Pemerintah juga melakukan reformasi sistem penerbitan sertifikat TKDN untuk mencegah TKDN washing, antara lain dengan:

* Digitalisasi proses sertifikasi melalui SIINas

* QR Code pada sertifikat sebagai penanda keaslian

* Penerbitan hanya oleh pejabat berwenang dari Kementerian Perindustrian

* Pengawasannya secara berkala & surveillance tahunan LVI

* Sanksi tegas terhadap pelanggaran, termasuk pencabutan sertifikat dan daftar hitam

Sanksi terhadap TKDN Washing

Pelanggaran terhadap ketentuan sertifikasi TKDN, termasuk rekayasa data atau pengajuan produk tidak sah, dapat di kenai sanksi berikut:

  1. Untuk Peringatannya Secara tertulis
  2. Pencabutan sertifikat TKDN
  3. Daftar hitam pelaku usaha (blacklist)
  4. Larangan pengajuan ulang selama 1 tahun
  5. Sanksi hukum (pidana) bila terbukti melakukan pemalsuan atau merugikan negara

Mengapa Pencegahan TKDN Washing Penting?

a. Menjaga Integritas Sistem TKDN

TKDN adalah sistem berbasis kepercayaan dan data. Manipulasi sekecil apa pun dapat merusak seluruh ekosistem pengadaan berbasis PDN.

b. Melindungi Industri yang Benar-Benar Berproduksi

Pelaku industri yang mematuhi aturan dan berinvestasi besar-besaran akan di rugikan jika pelaku TKDN washing mendapatkan perlakuan yang sama.

c. Efisiensi Belanja Negara

Pengadaan yang di dasarkan pada TKDN palsu atau manipulatif berpotensi merugikan anggaran negara dan memperlemah nilai manfaat ekonomi nasional.

Sertifikasi TKDN adalah alat penting untuk membangun ekosistem industri nasional yang kuat dan berkelanjutan. Namun, agar sistem ini berhasil, semua pihak harus menghindari praktik yang merusak, salah satunya menghindari TKDN washing.

Jasa pengurusan TKDN dan BMP Klik disini

 

MORE DETAIL INFO PLEASE  CALL US :

CALL / WA : +62811-1280-843

Email : info@konsultanindustri.com